Sabtu, 01 April 2017


Revisi K-13 Libatkan Masyarakat Sipil


Jakarta, TabloidPendidikan.Com – Kepala Bidang Perbukuan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puskurbuk Kemdikbud) Supriyatno mengatakan, revisi kurikulum 2013 (K-13) dan konsekuensi perubahannya saat ini dilakukan berdasarkan hasil kajian dari para ahli dan masukan masyarakat sipil.

Dia menjelaskan revisi dilakukan pada pembelajaran dengan penilaian melalui kompentensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Prinsip penerapannya ikut berubah dan mengacu pada konsep perbaikan KD meliputi, jenjang kelas, kebenaran konsep, aspek ilmiah muatan kurikulum yang disesuaikan dengan pedegogik, keluasan, kedalaman, dan keberlanjutan.
Perubahan itu bertujuan memudahkan untuk dipelajari dan dipahami dengan menetapkan KI 1 dan 2 sebagai payung khusus untuk mata pelajaran diluar agama dan pendidikan kewarganegaraan (PKN)
Sementara soal silabus, Supriyanto mengatakan, pengerjaan silabus sudah dilakukan sejak Desember. Namun jika dibandingkan dengan silabus yang ada di luar negeri seperti Singapura masih sangat jauh berbeda. Silabus pendidikan Indonesia masih ditemukan bahasa-bahasa “dewa” atau bahasa yang sulit dimengerti.
“Kami sudah melalui lakukan revisi terhadap silabus berdasarkan masukan masyarakat sipil dan guru-guru serta arahan Mendikbud Anies Baswedan. Saat ini silabus lebih senderhana dan bersifat operasional agar mudah dipahami guru,” kata dia pada pada Diskusi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMPSTP) di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jakarta, Kamis (7/1).
Dia mengharapkan, silabus yang sudah disederhanakan dapat memberikan ruang pada guru untuk mengunakan model pembelajaran lain sehingga ada banyak pilihan.
Supriyanto menjelaskan, struktur silabus yang disederhanakan memiliki perbedaan format dari sebelumnya. Silabus hasil revisi ditambahkan pendahuluan yang berisi uraian singkat, padat, dan infromasi tentang kompetensi mata pelajaran perjenjang, serta ada kerangka pengembangan kurikulum, pembelajaran dan penilaian.
Sedangkan untuk buku, ada 377 buku yang direvisi berdasarkan hasil silabus. Proses perbaikan saat ini telah masuk pada tahap penelaah dan pada awal Februari akan difinalkan untuk disebarluaskan.
Supriyanto mengatakan, buku hasil revisi akan disebarluaskan, serta sistemnya dikendalikan oleh pemerintah untuk penerbitannya melalui tahap penilaian selama tiga bulan mulai dari pendaftaran sampai pada ditetapkan menteri layak digunakan di sekolah.
“ Buku akan dinilai oleh Tim penilai yang terdiri dari tim ahli, tim bahasa , tim pengembangan pembelajaran, dan tim grafik sebelum diterbitkan,” kata dia. [BeritaSatu]

Sumber

http://www.tabloidpendidikan.com/pendidikan/puskurbuk-kemendikbud-revisi-k-13-libatkan-masyarakat-sipil

Selasa, 09 Desember 2014

Ketua Komisi X Kritik Kebijakan Penghentian Kurikulum 2013

Jakarta - Mendikbud Anies Baswedan menghentikan penerapan Kurikulum 2013. Kebijakan ini menuai kritik dari DPR. Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya menyebut kebijakan penghentian itu terlalu terburu-buru.

Menurut politikus Partai Demokrat ini, Kurikulum 2013 tepat untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia, meski diakuinya masih banyak kendala teknis dalam penerapannya.

"Kendala teknis dalam implementasi K13 hendaknya diselesaikan secara teknis juga, dan bukan pembatalan atau penghentian kebijakan, " kata Riefky dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (9/12/2014).

Berikut pernyataan lengkap Ketua Komisi X soal penghentian Kurikulum 2013:

  1. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Sisdiknas pasal 1 angka 19, yang dimaksud kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
  2. Pada tahun 2013 Kemdikbud RI telah memberlakukan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 (selanjutnya disebut K13) secara bertahap dan terbatas pada 6.221 sekolah dan pada tahun 2014 ini telah diberlakukan K13 pada seluruh sekolah di Indonesia. K13 ini merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan pada tahun 2006 lalu.
  3. K13 dirumuskan untuk menjawab kebutuhan pendidikan di Indonesia dan menjawab tantangan global untuk memenuhi kompetensi abad 21, dengan menjadikan pengetahuan sebagai modal utama dalam persaingan global, menjadikan SDM sebagai modal pembangunan, serta menjadikan peran pendidikan dalam kreativitas dan membentuk karakter serta keterampilan berpikir. Ditegaskan kembali bahwa K13 merupakan perubahan dan penyempurnaan dari KTSP. Perubahan dan penyempurnaan dilakukan antara lain karena dalam KTSP ; a) konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. b) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. c) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. d) beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills,kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum KTSP. e) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
  4. Berkaitan dengan penerapan K13, Komisi X DPR RI pada akhir bulan November 2014 dan awal Desember 2014 telah melakukan kunjungan 5 Provinsi yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Bali, untuk meninjau secara langsung implementasi K13 dengan melakukan dialog dan bertemu secara langsung dengan Pimpinan Kepala Daerah, Dinas Pendidikan, LPMP, LPTK, PGRI, Kepala Sekolah, Guru, Pengawas Sekolah, dan Komite Sekolah dan Siswa. Pada hakekatnya sekolah-sekolah di daerah sangat antusias melaksanakan K13 meskipun harus diakui terdapat kendala dalam pelaksanaannya, seperti belum terdistribusinya buku dan pelatihan guru secara merata, serta para guru yang belum terbiasa dengan sistem penilaian yang baru, serta sarana-prasarana yang belum memadi diseluruh pelosok daerah.
  5. Dalam beberapa kunjungan tersebut, diakui oleh para pemangku kepentingan pendidikan bahwa K13 secara konsep atau substansi sangat baik namun belum diiringi kesiapan secara teknis . Bahkan lebih lanjut dapat dikatakan bahwa K13 sangat baik untuk meningkatkan daya saing SDM dan dapat mengejar ketertinggalan dengan negara lain, khususnya dalam menyambut era ASEAN Community 2015 ini.
  6. Terhadap kebijakan Mendikbud RI yang terburu-buru menghentikan implementasi K13 secara nasional kecuali pada 6.221 sekolah yang telah melaksanakan K13 tiga semester, saya sebagai Ketua Komisi X DPR RI kecewa dan sangat menyayangkan. Kami menyadari bahwa kebijakan kurikulum merupakan kewenangan Pemerintah. Akan tetapi kebijakan mengenai kurikulum merupakan kebijakan yang sangat strategis karena berdampak kepada seluruh masyarakat, namun sangat disayangkan karena kebijakan menghentikan implementasi K13 tidak dilakukan kajian komprehensif dan tidak pernah dikomunikasikan dengan DPR RI sebagai wakil rakyat di Parlemen.
  7. Sebagai Ketua Komisi X DPR RI saya tetap mendukung agar K13 tetap dilanjutkan dan dilaksanakan di seluruh sekolah di Indonesia. Saya mengkritik kebijakan penghentian K13 ini karena terlalu dini kebijakan ini dikeluarkan. Menurut saya, kendala teknis dalam implementasi K13 hendaknya diselesaikan secara teknis juga, dan bukan pembatalan atau penghentian kebijakan. Masalah teknis seperti keterlambatan pengadaan buku, pelatihan guru yang belum merata, serta sarana dan parasarana K13 yang kurang memadai hendaknya menjadi fokus Kemdikbud RI dalam memperbaiki implementasi K13, bukan pembatalan kebijakan.
  8. Kebijakan Mendikbud RI kembali ke kurikulum 2006 (KTSP-Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dipastikan juga akan menimbulkan banyak masalah, seperti kewajiban membeli buku padahal di K13 buku sudah digratiskan, sehingga mafia buku akan merepotkan masayarakat lagi.
  9. Kebijakan penghentian implementasi K13 dirumuskan dalam bentuk surat dengan nomor : 179342/MPK/KR/2014 yang dikirim kepada Kepala Sekolah seluruh Indonesia. Surat ini telah dikirim kepada seluruh Kepala Sekolah di Indonesia, namun sampai detik ini Permen (Peraturan Menteri) mengenai hal tersebut belum dikeluarkan. Penyampaian kebijakan melalui surat ini juga perlu menjadi catatan tersendiri, karena seharusnya landasan hukum kebijakan tersebut terlebih dahulu dikeluarkan yang selanjutnya baru disampaikan kepada publik. 
Sumber :
http://news.detik.com/read/2014/12/09/055128/2771460/10/2/ketua-komisi-x-kritik-kebijakan-penghentian-kurikulum-2013

Senin, 08 Desember 2014

Pengamat: keberadaan Ditjen Guru akan mampu tingkatkan kualitas pendidikan

Lebak (ANTARA News) - Pengamat pendidikan Muhammad Basit mengatakan pembentukan Direktorat Jenderal Guru yang diusulkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air.

"Kami yakin pendidikan akan menjadi lebih baik jika profesi guru ditangani satu pintu yakni Direktorat Jenderal (Ditjen)," kata seorang Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Wasilatul Falah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Minggu.

Menurut dia, pembentukan Ditjen guru perlu direalisasikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

Saat ini, lanjutnya, keilmuan pedagogik yang dimiliki guru belum optimal sehingga berdampak terhadap  mutu pendidikan.

Selama ini, ujar dia, penanganan profesi guru juga ditangani oleh kementerian lain, seperti Kementerian Agama.

Karena itu, pihaknya optimistis jika Ditjen guru terbentuk maka semua guru dari kementerian lain akan digabungkan.

Pembentukan Ditjen tersebut itu nantinya dapat mengurus masalah peningkatan mutu dan kualitas guru, pelatihan guru, pembinaan guru, peningkatan kesejahteraan guru, juga perlindungan hukum kepada guru. 

Selain itu juga akan terealisasi pemerataan guru di kota maupun daerah sehingga tidak terjadi lagi kekurangan tenaga pengajar.

"Kami yakin jika guru ditangani khusus dipastikan akan melahirkan mutu pendidikan yang baik lebih baik. Sebab kualitas pendidikan itu kuncinya tergantung guru," katanya.

Menurut dia, saat ini pendidikan milik pemerintah relatif kecil berhasil menoreh prestasi di berbagai perlombaan bidang akademik baik tingkat nasional maupun mancanegara dibandingkan sekolah-sekolah swasta.

Minimnya prestasi itu diantaranya tenaga guru tidak maksimal untuk mendapat pelatihan-pelatihan maupun wokshop tentang ilmu pedagogik.

Apalagi, pada otonomi daerah ini juga banyak guru terjerat korban politik.

Saat ini, lanjutnya, guru tidak merasa nyaman dan tenang saat menyampaikan proses kegiatan belajar mengajar karena dikhawatirkan dimutasi.

"Jika guru itu ditangani satu pintu melalui Ditjen kemungkinan guru dikembalikan ke pemerintah pusat dan tidak otonomi daerah," ujarnya. 
Editor: Aditia Maruli
Sumber :
http://www.antaranews.com/info-pendidikan/berita/468042/pengamat-keberadaan-ditjen-guru-akan-mampu-tingkatkan-kualitas-pendidikan

M NUH NILAI KEMBALI KE KTSP MERUPAKAN LANGKAH MUNDUR

Langkah Anies Baswedan selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dalam menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 begitu banyak menyita perhatian publik.
Pro dan kontra terhadap keputusan tersebut terus menghiasi dunia pendidikan di tanah air saat ini. Setelah guru dan wali murid memberikan komentar yang beragam atas keputusan tersebut, sekarang giliran mantan Mendikbud M Nuh memberikan penilaianya bahwa penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013 sangat mengecewakan dan kembali ke KTSP dianggap sebagai langkah mundur yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebagaimana berita yang admin kutip dari antaranews.com hari ini, Mantan Mendikbud Mohammad Nuh menilai kebijakan kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP) merupakan langkah mundur, karena Kurikulum 2013 tidak bermasalah.
“Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang, sebab KTSP secara substansi itu ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi,” katanya kepada ANTARA di Surabaya, Minggu.
Ditemui sepulang dari sebuah acara di Tiongkok, Guru Besar ITS Surabaya itu menjelaskan bukti Kurikulum 2013 tidak ada masalah secara substansi, dengan tetap diberlakukan dan diterapkan bagi 6.221 sekolah. Kalau ada masalah, tentu tidak akan dipakai sama sekali.
“Untuk itu, mestinya, alternatifnya ya penerapannya tidak langsung dibajak dengan dibatasi pada 6.221 sekolah itu, melainkan sekolah mana saja yang siap ya dipersilakan menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian pemerintah,” katanya.
Selanjutnya, untuk sekolah-sekolah yang tidak siap akan “disiapkan” oleh pemerintah melalui pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar siap, karena penyiapan guru dan buku itu merupakan tugas pemerintah.
“Kalau kembali pada Kurikulum 2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru lagi (dengan KTSP) dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP,” katanya.
Menurut dia, pihaknya sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada tahun 2012, ternyata nilai rata-rata adalah 45, padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku.
"Kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi guru dengan nilai di atas 80 juga ada,” katanya.
Oleh karena itu, ukuran penguasaan guru terhadap substansi dan metodologi Kurikulum 2013 juga masih lebih baik daripada penguasaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP). Saat itu, UKG dilakukan pada 1,3 juta guru.
“Kita juga sudah merancang solusi untuk penyiapan guru yang nilai UKG-nya tidak bagus atau 40 yakni pendampingan dan klinik konsultasi bagi guru yang mengalami kesulitan itu, bahkan kita juga sudah merekomendasikan reformasi LPTK sebagai pabrik guru,” katanya.
Selain itu, jika kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP) akan mengharuskan orang tua untuk membeli buku baru, padahal buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah digratiskan.
“Nanti, mafia buku akan merepotkan masyarakat lagi,” katanya.
Ia mengakui buku Kurikulum 2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi tugas pemerintah.
“Itu tugas pemerintah, bukan justru dengan cara membajak Kurikulum 2013, saya kira itu tidak etis secara akademis. Tapi, kalau game politik ya nggak tahu-lah,” katanya.
Ditanya tentang keberatan guru terhadap sistem penilaian Kurkulum 2013 yang naratif atau deskriptif, ia mengatakan hal itu hanya soal pembiasaan saja karena hal baru memang membutuhkan pembiasaan.
“Yang penting, penilaian numerik disertai narasi itu lebih objektif, karena banyak negara maju atau banyak sekolah berkualitas yang memakai cara itu, sehingga dua anak yang sama-sama memiliki nilai 7 akan diketahui perbedaan dari kekurangan keduanya. Nilainya bisa sama, tapi kekurangannya beda,” katanya.
Ia menambahkan Kurikulum 2006 (KTSP) juga bukan tanpa masalah, di antaranya pelajaran sejarah untuk SMK tidak ada, jam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak dua kali lipat daripada Bahasa Indonesia, tidak adanya mata pelajaran yang mendorong analisa data (survei TIMMS/PISA). (sumber : antaranews.com)

Kurikulum 2013 dihentikan, apa tanggapan guru?

Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Kementerian Pendidikan yang menghentikan Kurikulum 2013 menuai berbagai tanggapan dari guru.

"Kemungkinan banyak yang setuju, karena setiap ketemu teman guru banyak yang masih bingung dengan Kurikulum 2013," kata Ignatius Turut, guru SD Tarakanita 4 Pluit dalam acara Hari Untuk Guru (HUG) di TMII, Jakarta, Sabtu.

Kurikulum 2013 tidak hanya memberatkan siswa, tetapi juga memberatkan guru.

"Siswa keberatan dengan materi yang baru, guru juga. Bukan hanya materi tetapi juga masalah penilaiannya, guru jadi banyak pekerjaan," kata Ignatius.

"Sebenarnya kurikulum 2013 itu bagus, siswa punya wawasan luas, tidak hanya satu sumber dari guru, tapi kebanyakan anak-anak belum siap," lanjutnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Sugiarto, guru SDN Cideng 02 Pagi, Gambir y,ang menilai siswa belum siap.

"Contohnya anak-anak kelas 1 yang belum lancar membaca, tetap harus didampingi guru. Kalau tidak didampingi guru malah lari-lari, jadi liar," katanya.

"Dengan adanya perubahan, kita guru sebagai pelaksana hanya bisa melaksanakan tupoksi saja," tambahnya.

Menurut Ahmad Solikhin Kepala Sekolah Menteng 01, guru saat ini lebih diorentasikan dengan tugas administratif, sehingga guru hanya bertindak sebagai pengawas.

"Proses penilaian sangat banyak, yang dulu rapor hanya 2 lembar sekarang ada 8 lembar yang diisi dengan penilaian deskriptif. Guru sudah sangat disibukkan dengan penilaian, sehingga nilai dari seorang guru sendiri sudah bergeser, bukan lagi educator, tetapi administrator," kata dia.

Banyaknya penilaian tersebut, menurut Ahmad, justru menyalahi Permendikbud Nomor 66. 

Dengan dibatalkannya Kurikulum 2013, ia menilai harus dievaluasi lagi, tidak generalisasi begitu saja. (Mendikbud: kurikulum tidak akan gonta-ganti)

"Opsinya adalah sekolah yang sudah jalan 3 semester lanjut, yang baru 1 semester kembali (ke Kurikulum 2006). Tapi kita harus lihat di lapangan, yang sudah 3 semester itu bagaimana, sudah bagus atau tidak? Bisa lanjut atau kembali (ke Kurikulum 2006)," ujar dia.

"Kalaupun konsekuen dengan Kurikulum 2013, syaratnya harus diperbaiki, buku-buku harus dilengkapi," pungkasnya. (Simak: Mendikbud hentikan Kurikulum 2013)

Sumber :
http://www.antaranews.com/info-pendidikan/berita/467884/kurikulum-2013-dihentikan-apa-tanggapan-guru

Sabtu, 06 Desember 2014

Surat Edaran Model Rapor


GEBRAKAN PEDULI GURU Anies: Gerakan memuliakan guru tidak perlu Permen

YOGYAKARTA. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan membuat gerakan memuliakan guru. Gerakan itu, menurut Anies, tidak perlu dilakukan karena ada peraturan menteri (Permen). Namun demikian, Anies meminta guru-guru untuk terus meningkatan kualitasnya.
"Jangan memakai peraturan menteri, saya lebih mengajak memuliakan guru adalah panggilan hati, ucapan terima kasih. Kita semua bisa seperti ini karena guru," ujar Anies Badwedan, Sabtu (29/11) siang.
Anies mengungkapkan perlunya sinergi untuk meningkatkan kesejahteraan guru, yang tidak hanya dilakukan pemerintah. Tanggung jawab pemerintah memang meningkatkan kesejahteraan para guru. Sedangkan partisipasi masyarakat adalah mengurangi pengeluaran guru.
"Segala bidang, apa yang bisa dilakukan, ya lakukan. Kalaupun tidak bisa memberikan diskon karena mepet, setidaknya didahulukan. Kalau pejabat yang didahulukan pasti protes, tapi jika guru masyarakat akan menerima," ucapnya.
Setelah kesejahteraan ditingkatkan dan profesi guru dimuliakan masyarakat, selanjutnya perlu ada peningkatan kualitas. "Jangan berharap murid akan belajar jika guru tidak pernah belajar. Jangan harap anak-anak akan baik jika gurunya tidak baik," ucap mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut. 
Selain itu, guru juga harus mampu membuat sekolah itu menjadi nyaman, sehingga murid-murid akan kangen untuk terus belajar, dan tak kapok ke sekolah. Namun yang harus diingat lagi, kata Anies, jadi guru itu adalah melukis wajah Indonesia. Jadi bukan sekedar mendidik atau mengajar.
"Saya katakan ke bapak-ibu guru, apa yang dilihat saat mengajar itu bukan anak-anak tapi wajah masa depan Indonesia. Jadilah guru yang menginspirasi bagi murid-murid, jangan jadi guru yang dilupakan," ujar Anies.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anies Baswedan sempat berkunjung ke bengkel AHHAS Rahayu Motor di Jalan Prof Yohanes, Yogyakarta, Sabtu (29/11) siang. Kedatangan Anies untuk mengucapkan terima kasih karena bengkel AHHAS telah memberikan program diskon 50% untuk para guru di Yogyakarta. (Wijaya Kusuma)
Sumber : http://nasional.kontan.co.id/news/anies-gerakan-memuliakan-guru-tidak-perlu-permen/2014/11/29