Selasa, 15 Februari 2011

Materi Pertemuan ke-11 MGMP BERMUTU Bhs. Indonesia Pokja 1 Kab. Batang

Bahan Ajar 1

Pengantar Pembelajaran Topik Pelaksanaan Tindakan

dan Pengumpulan Data

Kompetensi

Indikator Pencapaian Kompetensi

Kegiatan Belajar

Hasil Belajar yang diharapkan

Terampil menyusun proposal penelitian tindakan kelas Menganalisis bagian-bagian proposal Diskusi

Pelatihan

Sistematika Proposal
Menyusun proposal PTK Proposal PTK

Bahan Ajar 2:

Sistematika Proposal Penelitian

Alaternatif 1: Format proposal PTK yang sederhana (disusun tanpa bab-bab)

Judul Penelitian

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Kajian Pustaka

F. Prosedur Penelitian

G. Jadwal Pelaksanaan

Daftar Rujukan

Lampiran-lampiran

Alaternatif 2: Format proposal PTK yang yang lebih lengkap (disusun dalam bab-bab)

Judul: _____________

BAB 1: PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
  2. Rumusan Masalah
  3. Tujuan Penelitian
  4. Manfaat Penelitian
  5. Definisi Operasional

BAB 2: KAJIAN PUSTAKA

Isi atau sub bab-sub bab disesuaikan dengan tema penelitian. Misalnya memaparkan tentang:

BAB 3: METODE PENELITIAN / PELAKSANAAN PENELITIAN

  1. Waktu dan Tempat Penelitian
  2. Subjek Peneltian
  3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
  4. Tahap-tahap Penelitian (Siklus I, Siklus II (dilakukan sesuai hasil refleksi Siklus I))
  5. Perkiraan Biaya Penelitian (jika digunakan untuk mengusulkan dana ke sponsor)
  6. Personalia Penelitian
  7. Rencana Kerja

DAFTAR RUJUKAN


Sumber Belajar 2

Contoh Proposal PTK

Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Mendengarkan Cerita melalui Kerjasama Kelompok

oleh Drs. Eman Hidayat, M.M.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mendengarkan sebuah cerita adalah salah satu kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai dikuasai oleh siswa sekolah dasar kelas enam. Kemampuan mendengarkan sebuah cerita merupakan salah satu jenis kemampuan mendengarkan yang sangat penting bagi siswa dalam menjalani kehidupan sehari- hari. Pada setiap saat siapa pun pasti akan mendengarkan berbagai informasi. Salah satu informasi tersebut berupa cerita. Jadi, betapa pentingnya siswa memiliki kemampuan mendengarkan cerita.

Pembelajaran mendengarkan sebuah cerita telah peneliti lakukan secara klasikal. Dalam pembelajaran tersebut peneliti membacakan sebuah cerita yang diambil dari buku pegangan siswa. Siswa secara perorangan ditugasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan antara lain mencatat tokoh cerita, alur cerita, latar cerita, sebab-sebab terjadinya konflik, dan menulis ringkasan cerita. Hasil pembelajaran tersebut ternyata di bawah Kriteria Ketercapaian Minimal (KKM).

Hasil refleksi diperoleh data bahwa selama proses pembelajaran para siswa banyak yang mengeluh dan munculnya rasa tidak percaya diri. Mereka merasa sangat kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Ini merupakan gambaran kegagalan proses pembelajaran.

Uraian tersebut merupakan gambaran kegagalan terhadap proses dan hasil belajar. Kegagalan tersebut merupakan masalah yang harus segera diatasi. Sebab, kemampuan mendengarkan merupakan kemampuan yang sangat penting bagi siswa. Kemampuan mendengarkan merupakan bekal bagi siswa untuk mempelajari KD yang lain dalam mata pelajaran bahasa Indonsia dan mata pelajaran yang lain. Bahkan kemampuan mendengarkan sebagai bekal bagi siswa dalam menjalani kehidupannya di masyarakat.

Untuk mengatasi kegagalan tersebut, peneliti mempelajari beberapa buku model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi kegagalan pembelajaran tersebut adalah model kerjasama kelompok. Model kerjasama kelompok merupakan salah satu komponen model kontekstual yang dikenal dengan istilah masyarakat belajar.

Departemen Pendidikan Nasional (2002a:15) menjelaskan, ”Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.” Konsep tersebut menunjukkan bahwa masyarakat belajar merupakan kumpulan individu yang bekerjasama dalam satu kesatuan kelompok yang setiap anggotanya bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi yang telah disepakati sesuai dengan kompetensinya dan mempunyai hubungan tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Dengan cara kerjasama antar siswa dalam kelompok, peneliti yakin bahwa proses pembelajaran mendengarkan cerita akan berlangsung secara efektif dan hasil belajar pun akan meningkat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Mendengarkan Cerita melalui Kerjasama Kelompok.

  1. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul penelitian tersebut peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai rumusan masalah sebagai berikut. “Apakah melalui kerjasama kelompok kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita dapat meningkat?

  1. C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.

  1. D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi dua aspek yaitu aspek peneliti dan aspek keilmuan. Kedua aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. 1. Manfaat bagi Peneliti
    1. Sebagai pedoman bagi peneliti dalam melaksana-kan pembelajaran kompetensi dasar mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.
    2. Sebagai bahan diseminasi dalam kegiatan KKG tentang peningkatan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.
    3. Sebagai bahan diskusi tindak lanjut dengan kepala-kepala sekolah dan para pengawas sekolah tentang bagaiman cara meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.

2. Manfaat Keilmuan

  1. Memberikan kontribusi kepada para siswa tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuannya dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.
  2. Memberikan kontribusi kepada seluruh anggota KKG di tingkat kecamatan dan di tingkat kota Depok tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.
  3. Memberikan kontribusi kepada para pengawas sekolah dan kepala sekolah tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.
  4. Memberikan kontribusi kepada kepala bidang pendidikan dasar dan jajarannya tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.

BAB II.

KAJIAN TEORETIS

  1. A. Mendengarkan Cerita

Salah satu kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh siswa kelas VI dalam Kurikulum 2004 Sekolah Dasar adalah mendengarkan sebuah cerita. Indikatornya adalah (1) mencatat tokoh cerita, alur cerita, latar cerita, dan konflik. (2) Menulis ringkasan cerita (dalam beberapa kalimat) dan hasil belajarnya membuat ringkasan cerita.

  1. 1. Tokoh Cerita

“Tokoh cerita adalah pelukisan yang jelas tentang ditampilkan dalam sebuah cerita, ”(Nurgiyantoro, 2000: 164). Selanjutnya Nurgiyantoro, (2000: 166) menjelas-kan bahwa “Tokoh cerita mencakup masalah siapa tokoh cerita dan bagaimana perwatakannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.” Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan tokoh cerita adalah pelukisan yang jelas tentang siapa dan bagaimana perwatakannya yang ditampilkan dalam sebuah cerita dan dapat memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

2. Alur Cerita

Nurgiyantoro, (2000: 142) menjelaskan alur cerita merupakan unsur waktu, baik dikemukakan secara eksplisit atau implisit. Alur cerita tidak harus disajikan secara urutan waktu, runtut, atau kronologis yang dimulai dengan peristiwa awal, kemudian disusul dengan peristiwa tengah dan diakhiri dengan peristiwa akhir. Dalam sebuah cerita dapat saja dimulai dengan bagian mana pun.

Alur cerita harus bersifat padu. Maksudnya antara peristiwa yang diceritakan dahulu dengan peristiwa yang diceritakan kemudian ada hubungannya, saling keter-kaitan. Kaitan antar peristiwa tersebut hendaklah jelas, logis, dan dapat dikenali hubungan kewaktuannya lepas dari tempat peristiwa yang diceritakan atau latar. Alur yang utuh dan padu akan membentuk cerita yang utuh dan padu pula.

3. Latar Cerita

Nurgiyantoro, (2000:216) menjelaskan latar merupakan landasan tumpu yang mengarah pada tempat, waktu, dan lingkungan sosial terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dikelompokkan bersama dengan tokoh dan alur ke dalam fakta. Ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual. Latar memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini yang akan memberikan kesan realistik kepada pem-baca. Latar menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah ada dan terjadi.

4. Konflik

Nurgiyantoro, (2000:122) menjelaskan bahwa konflik mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan ada aksi dan reaksi. Peristiwa dan konflik berkaitan erat. Suatu konflik akan memunculkan suatu peristiwa. Konflik demi konflik akan memunculkan peristiwa demi peristiwa yang pada akhirnya mencapai klimak atau titik puncak suatu peristiwa.

Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita dapat berupa peristiwa fisik atau batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik yaitu interaksi antara tokoh cerita dengan sesuatu di luar dirinya antara lain tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu ang terjadi dalam batin atau hati seorang tokoh. Kedua bentuk konflik tersebut saling berkaitan atau saling menyebab-kan terjadinya peristiwa.

5. Ringkasan Cerita

Ringkasan cerita atau cerita yang diringkas pada hakikatnya adalah sama dengan alur cerita. Sebab alur cerita merupakan rangkaian antara peristiwa yang diceritakan dahulu dengan peristiwa yang diceritakan kemudian. Rangkaian peristiwa antar peristiwa tersebut hendaklah jelas, logis, dan dapat dikenali hubungan ke-waktuannya. Alur yang utuh dan padu akan membentuk cerita yang utuh dan padu pula. Begitu pula dengan ringkasan cerita. Ringkasan cerita harus utuh dan padu, agar pembaca memahami rangkaian antara peristiwa yang diceritakan dahulu dengan peristiwa yang diceritakan kemudian.

  1. B. Kerjasama Kelompok

Departemen Pendidikan Nasional (2002a:15) menjelas-kan, ”Konsep kerjasama kelompok menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.” Konsep tersebut menunjukkan bahwa kerjasama kelompok merupakan kumpulan individu yang bekerjasama dalam satu kesatuan kelompok.

Lewin (1958) dalam Munir (2001:5) menjelaskan, “Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan tertentu yang saling ketergantungan dalam ukuran-ukuran yang bermakna.” Sukamta (1980) dalam Munir (2001:6) menjelaskan kualifikasi sebuah kelompok adalah “Terjadinya interaksi tatap muka dengan frekuensi yang sangat tinggi dan menyebabkan terjalinnya hubungan psikologis yang nyata, seperti saling rasa memiliki, rasa solidaritas, saling keter-gantungan, adanya norma kelompok, dan terbentuknya struktur kelompok.”

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dinyatakan bahwa dalam kerja kelompok harus terjalin hubungan bekerjasama saling pengertian, menghargai, dan membantu dengan disertai komunikasi secara empati sebagai upaya untuk memaksimalkan kondisi pem-belajaran. Hasil pembelajaran harus merupakan hasil sharing antar siswa dalam satu kelompok atau antar kelompok. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu mengajari yang tidak tahu, yang cepat memahami mengajari yang lamban, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan sebagainya.

“Kerja kelompok akan terjadi apabila setiap anggotanya saling ketergantungan, siswa saling belajar dari sesama-nya baik dalam kelompok kecil atau kelompok besar,“ (Depdiknas, 2003:15). Mereka tidak ada yang merasa paling tahu atau tidak tahu. “setiap siswa harus merasa bahwa setiap siswa lain memiliki pengetahuan, pe-ngalaman, dan keterampilan yang berbeda dan perlu dipelajarinya,” (Depdiknas, 2002a:16). Bila setiap siswa merasa membutuhkan dan mau belajar dari siswa lain, maka setiap siswa dapat menjadi sumber belajar. Bila setiap siswa dapat menjadi sumber belajar, maka antar siswa akan terjalin hubungan kerjasama dan komunikasi yang harmonis.

Kondisi kerja kelompok dapat menumbuhkan kesadaran menjadi warga negara yang baik, mengembangkan kemampuan sosial dan semangat berkompetisi secara sehat dengan tidak melupakan semangat bekerjasama yang disertai dengan komunikasi secara empati, dan sikap solidaritas yang tinggi, Depdiknas (2002b:5). Kondisi tersebut sangat diperlukan oleh siswa baik dalam kehidupannya pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.

  1. C. Pola Pikir

Berdasarkan penjelasan tersebut berikut ini peneliti akan menjelaskan cara menerapkan kerjasama kelompok dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita. Departemen Pendidikan Nasional (2002a:15) menjelaskan, ”Konsep kerjasama kelompok menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.” Konsep tersebut menunjukkan bahwa kerjasama kelompok merupakan kumpulan individu yang bekerjasama dalam satu kesatuan kelompok.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka langkah awal adalah peneliti membentuk kelompok. Kelas dibentuk menjadi lima kelompok yang setiap kelompok beranggotakan 7 dan 8 siswa. Dalam setiap kelompok terdiri atas siswa yang kurang, sedang, dan yang pandai. Hal ini dimaksudkan agar hasil pembelajaran merupakan hasil sharing antar siswa dalam satu kelompok atau antar kelompok. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu mengajari yang tidak tahu, yang cepat memahami mengajari yang lamban, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan sebagainya.

Selanjutnya, peneliti membagikan tugas-tugas yang harus dikerjakan melalui kerjasama kelompok. Setiap kelompok hanya diberi satu lembar tugas saja. Dengan cara demikian, maka akan terjalin hubungan psikologis yang nyata, seperti saling rasa memiliki, rasa solidaritas, saling ketergantungan, adanya norma kelompok, dan terbentuknya struktur kelompok.

Setiap kelompok dipersilakan membaca tugas-tugas yang harus dikerjakannya sampai benar-benar paham. Barulah peneliti memperdengarkan cerita melalui tape recorder. Cerita diperdengarkan sampai tiga kali. Kemudian, kelompok dipersilakan bekerjasama mengerjakan tugas-tugas.

Ketika itu, peneliti melakukan penilaian proses dengan cara mengunjungi setiap kelompok untuk memberikan motivasi belajar, memberikan bantuan seperlunya, dan mengecek hasil kerja setiap kelompok. Bantuan di-berikan kepada kelompok yang membutuhkan dalam rangka mencapai belajar tuntas yaitu setiap kelompok mampu mencapai KKM. Dengan cara demikian, maka proses dan hasil belajar siswa terpantau secara efektif dan efisien.

Setelah diketahui setiap kelompok menyelesaikan tugas-tugasnya, peneliti mempersilakan setiap kelompok untuk membacakan hasil kerjanya di depan kelas lalu ditanggapi dan dinilai secara langsung oleh kelompok lain. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran menjadi warga negara yang baik, mengembangkan kemampuan sosial, dan semangat berkompetisi secara sehat dengan tidak melupakan semangat bekerjasama yang disertai dengan komunikasi secara empati, dan sikap solidaritas yang tinggi, Depdiknas (2002b:5). Selain itu, agar terjadi sharing hasil belajar antar kelompok sesuai dengan prinsip kerjasama kelompok.

Akhir pembelajaran peneliti melakukan refleksi pembelajaran dengan cara meminta pendapat, saran, masukan, atau yang lainnya dari para siswa tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran yang baru dilakukannya sebagai dasar untuk memperbaiki atau meningkatkan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran siklus berikutnya.

  1. D. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut. “Kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita dapat meningkat, jika diterapkan model kerjasama kelompok.”

BAB III

METODE PENELITIAN

  1. A. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Prosedur penelitian tindakan kelas terhadap pembelajaran mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok telah peneliti lakukan sampai dua siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat fase yaitu (1) merencanakan PTK, (2) melaksanakan PTK, (3) melaksanakan observasi, dan (4) melakukan refleksi. Keempat fase tersebut direncanakan dan dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.

Fase-fase pada siklus pertama dirancang dari hasil refleksi kegiatan pembelajaran sehari-hari. Sedangkan fase-fase pada siklus kedua dirancang dari hasil refleksi siklus pertama. Dengan cara demikian diharapkan pada siklus kedua seluruh siswa meningkatkan kemampuannya dalam mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.

Berikut ini, peneliti menjelaskan kegiatan yang dilakukan pada setiap fase sebagai berikut.

  1. 1. Merencanakan PTK

Kegiatan yang peneliti lakukan dalam merencanakan PTK adalah sebagai berikut. (a) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mendengarkan cerita dengan menerapkan teknik kerjasama kelompok. (b) Membuat pedoman observasi sebagai instrumen untuk mengumpulkan data tentang proses pembelajaran. (c) Membuat tugas kelompok yang harus dikerjakan selama proses pembelajaran untuk mengukur tingkat ketercapaian indicator.

  1. 2. Melaksanakan PTK

Kegiatan melaksanakan PTK adalah melaksanakan pembelajaran mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok dengan berpedoman pada rencana pelaksana-an pembelajaran yang telah disusun.

3.Melaksanakan Observasi

Obsevasi atau pengamatan dilakukan oleh tiga orang observer terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti. Observasi ini menggunakan pedoman observasi (lampiran 4). Ketiga observer itu adalah Suwoto,Spd., Herina,S.Pd., dan Dra. Rosiana.

4. Melakukan Refleksi

Refleksi dilakukan bersama ketiga observer dan dilakukan setelah proses pembelajaran siklus pertama berakhir. Hasil refleksi adalah ditemukannya masalah yang menjadi penghambat peningkatan pemahaman siswa terhadap mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok.

Pada akhir pembelajaran siklus kedua peneliti melakukan analisis data dengan urutan kegiatan sebagai berikut. Pertama, mereduksi data, kedua, mengorganisasi data, dan ketiga, menarik kesimpulan, (Wardani, 2002:2.18). Mereduksi data adalah kegiatan membuang data yang tidak relevan dan mencatat data yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis. Mengorganisasi data artinya mendeskripsikan data secara naratif sesuai dengan urutan kegiatan pembelajaran. Menarik kesimpulan adalah kegiatan mengolah data secara kuantitatif dan untuk menarik kesimpulan.

B. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Pelaksanaan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan perbaikan pembelajaran.

Bogdan dalam Moehadjir (1996: 102) menjelaskan, bahwa dalam melakukan observasi kita harus dapat mendeskripsikan secara rinci berbagai kejadian bukan ringkasan atau opini dan mengutip pernyataan orang bukan meringkas apa yang dikatakan orang.

Selanjutnya dijelaskan bahwa dimensi-dimensi yang perlu dideskripsikan adalah (1) tampilan fisik siswa dan guru; (2) dialog sebagaimana yang terjadi dalam pembelajaran; (3) lingkungan fisik atau kelas dengan berbagai situasinya atau seting pembelajaran; dan (5) kejadian-kejadian khusus yang dilakukan oleh siswa ketika berinteraksi dengan sumber-sumber belajar; (6) berbagai aktivitas siswa dan guru dalam meng-implementasikan tahapan-tahapan model pembelajaran, serta (7) pikiran dan perasaan peneliti perlu dideskripsikan secara rinci, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan bagian dari penelitian.

2. Teknik Tes

Teknik tes yang digunakan adalah tes yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Tes tersebut merupakan pelaksanaan evaluasi proses yaitu evaluasi yang dilaksanakan selama pembelajaran ber-langsung. Proses pembelajaran dan evaluasi proses berlangsung secara simultan. Ketika itu, peneliti dapat memberikan motivasi belajar, memberikan bantuan kepada siswa ataukelompok yang mendapatkan kesulitan, dan sekaligus dapat mengecek hasil belajar setiap kelompok.

C. Teknik Pengolahan Data

Data yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok adalah data dari hasil kerjasama kelompok siklus pertama dan siklus kedua. Karena data tersebut berupa angka, maka teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik kuantitatif. Teknik kuantitatif yang peneliti gunakan sebagaimana dilakukan dalam pembelajaran sehari-hari dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti membandingkan prosentasi ketercapaian setiap indikator dari setiap kelompok pada siklus kesatu dengan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentasi ketercapaian seluruh indikator dari setiap kelompok pada siklus kesatu dengan siklus kedua. Ketiga, hasil perbandingan keduanya diubah ke dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran.

Selisih hasil tes siklus kedua dan siklus pertama merupakan hasil belajar, (Arikunto,1998:84). Hasil belajar tersebut merupakan peningkatan kemampuan mendengarkan cerita melalui kerjasama kelompok. Apabila terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita, berarti hipotesis terbukti. Atau sebaliknya, jika tidak terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam mendengarkan cerita, berarti hipotesis tidak terbukti.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002a). Pendekatan Kontekstual. Depdiknas: Direktorat PLP.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002b). Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Puskur.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Pembelajaran dan pengajaran Kontekstual. Depdiknas: Direktorat PLP

Muhadjir, N. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Munir,B.(2001). Dinamika Kelompok. Jakarta: Universitas Sriwijaya.

Nurgiyantoro, B. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Wardani, (2002), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Universitas Terbuka


Sumber Belajar 3

Penelitian Tindakan Kelas (Buku 3 Materi Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia). Depdiknas, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2005.




Pada umumnya usulan PTK itu terdiri atas dua bagian penting, yakni bagian awal dan bagian isi usulan PTK.

a. Bagian Awal Usulan PTK

Bagian awal usulan PTK itu berisi halaman judul luar, halaman pengesahan.Halaman judul luar berisi judul PTK yang diusulkan, nama peneliti, dan lembagatempat peneliti bekerja. Bagian pengesahan berisi:

1) Judul PTK; bidang ilmu; dan kategori penelitian,

2) Tim peneliti termasuk nama ketua tim dan anggota-anggotanya. Lazimnya menyebutkan identitas para peneliti, termasuk, nama lengkap dengan gelar, golongan, pangkat, dan NIP, jabatan fungsional, sekolah atau lembaganya.

3) Lokasi penelitian,

4) Biaya penelitian,

5) Sumber dana penelitian.

b. Bagian lsi Usulan PTK

Bagian ini lazimnya berisikan judul penelitian, pendahuluan/latar belakang masalah. perumusan masalah, cara pemecahan masalah, tinjuan pustaka (kerangka teori dan hipotesis tindakan), tujuan penelitian, kontribusil manfaat, metode penelitian atau rencana penelitian, jadwal penelitian, rencana anggaran penelitian, daftar pustaka, lampiran dan lain-lain (Ditjen Dikti, 2004). Urutan itupun masih dapat dipertukarkan. Berikut ini adalah penjelasan bagian-bagian itu.

I) Judul/ Penelitian

Judul PTK hendaknya menyatakan dengan cermat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat spesifik, jelas, dan sederhana. Namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK dan bukan sosok penelitian formal. Dengan kata lain, judul cukup jelas mewakili gambaran tentang masalah yang akan diteliti dan tindakan yang dipilih untuk menyelesaikan atau sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi.

Judul penelitian berikut ini bukanlah judul yang baik untuk sebuah PTK.

(a) Kemampuan Menulis Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar Se-Kecamatan Jambangan, Surabaya.

(b) Dampak Pembelajaran Kooperatif terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar Se-Kecamatan Lembeyan. Kabupaten Magetan.

(c) Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Metode Langsung.

(d) Sopan Santun Siswa SMU Kodya Surabaya.

(e) Belajar Mandiri dan Dampaknya terhadap Prestasi Siswa.

Judul-judul itu tidak menggambarkan sosok PTK. Judul-judul itu lebih menampakkan penelitian kelas. Di dalam judul itu belum tersirat atau tersurat usaha atau upaya untuk meningkatkan atau memperbaiki keadaan di dalam kelas menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya.




2) Pendahuluan/Latar Belakang

Dalam pendahuluan latar belakang masalah ini hendaknya diuraikan urgensi penanganan masalah yang akan diajukan oleh peneliti melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkan kesenjangan antara das Sollen dan das Sein, antara apa yang seharusnya dan apa yang terjadi di lapangan, antara de jure dan de facto. Perlu disampaikan fakta-fakta yang mendukung atas dasar pengalaman guru atau pengamatan guru selama mengajar dan pengamatan guru melalui kajian dan berbagai bahan pustaka yang relevan.

Dukungan dari hasil penelitian terdahulu sangat diharapkan untuk dapal memperkukuh alasan mengangkat pennasalahan penelilian dan memperkukuh alasan dilakukannya PTK itu. Karakteristik khas PTK yang berbeda dengan penelitian fonnal hendaknya tercennin dalam uraian dalam bagian ini.

Perlu diperhatikan pula bahwa PTK dilakukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran. Oleh sebab itu, masalah yang akan diteliti merupakan sebuah masalah yang nyata terjadi di sekolah dan diagnosis oleh guru dan/atau tenaga kependidikan Iainnya di sekolah. Lebih lanjut, masalah itu merupakan sebuah masalah penting dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya, dan daya dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut. Setelah didiagnosis (diidentifikasi) masalah penelitiannya, maka selanjutnya perlu diidentifikasi dan dideskripsikan secara cermat akar penyebab dari masalah tersebut. Penting juga digambarkan situasi kolaboratif antar anggota peneliti dalam mencari masalah dan akar penyebab munculnya masalah tersebut. Di samping itu, prosedur dan alat yang digunakan dalam melakukan identifikasi (inventarisasi) perlu dikemukakan secara jelas dan sistematis.

3) Perumusaan Masalah

Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar-benar diangkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya, permasalahan yang dimaksud sebaiknya bukan permasalahan yang secara teknis metodologis di luar jangkauan PTK. Uraian pennasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah yang dilanjutkan dengan analisis masalah serta diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran pennasalahan yang periu ditangani itu tampak menjadi lebih jelas. Dengan kata lain, bagian ini dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini pun sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.

Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian. Rumusan masalah sebaiknya menggunakan kalimat Tanya dengan mengajukan altematif tindakan yang akan diambil dan hasil positif yang diantisipasi.

4) Cara Pemecahan Masalah

Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi serta pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti, sesuai dengan kaidah PTK. Altematif pemecahan masalah yang diajukan hendaknya mem punyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dan hasil anal isi masalah. Cara pemecahan masalah telah menunjukkan akar penyebab permasa-lahan dan bentuk tindakan (action) yang ditunjang dengan data yang lengkap dan baik. Di samping itu, juga harus dibayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan dan/ atau peningkatan implementasi program pembelajaran dan/atau berbagai program sekolah tainnya. Juga harus dicermati bahwa artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dan kemanfaatan penelitian formal.

5) Kerangka Teori dan Hipotesis Tindakan

Dalam bagian ini diuraikan landasan substantif-dalam anti teoretik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan altematif tindakan yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuriakan kajian terhadap pengalaman peneliti pelaku PTK sendini yang relevan dan pelaku-pelaku tindakan PTK lain di samping terhadap teori-teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logik dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Atas dasar kerangka konseptual yang disusun itu, hipotesis tindakan dirumuskan.

6) Tinjauan Pustaka (Kerangka Teori dan Hipotesis Tindakan)

Dalam bagian ini diuraikan landasan substantif dalam arti teoretik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan altematif tindakan yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian terhadap pengalaman peneliti pelaku PTK sendiri yang relevan dan pelaku-pelaku tindakan PTK lain di samping terhadap teori-teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Jadi, kajian tcori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan yang meodasari penelitian yang akan dilakukan perlu dilakukan. Teori, temuan dan bahan penelitian lain yang dipahami sebagai acuan, yang dijadikan landasan untuk menunjukkan ketepatan tentang tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasi per-masalahan penelitian tersebut juga dikemukakan. Uraian itu digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Argumentasi logik dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Atas dasar kerangka konseptual yang disusun itu, hipotesis tindakan yang menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan yang diharapkan/diantisipasi dirumuskan pada bagian akhir.

7) Tujuan Penelitian

Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara singkat dengan mendasarkan pada pennasalahan yang dikemukakan. Tujuan umum dan khusus diuraikan dengan jelas, sehingga tampak keberhasilannya.secara jelas. Sasaran antara dan sasaran akhir tindakan penelitian hendaknya dipaparkan secara gamblang dalam bagian ini.

Perumusan tujuan harus taat asas dengan hakikat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian-bagian sebelumnya. Dengan sendirinya, artikulasi tujuan PTK berbeda dengan penelitian formal. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan strategi PBM yang ham, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, dan sebagainya. Pengujian dan/atau pengembangan strategi PBM baru bukan merupakan rumusan tujuan PTK. Selanjutnya ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverifikasi secara objektif, syukur kalaujuga dapat dikuantifikasikan.

8).KontribusilKemanjaatan Hasil Penelitian

Di samping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkin-an kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan, perlu di-paparkan secara spesifik keuntungan-keuntungan yang dijanjikan terhadap kualitas pendidikan dan/atau pembelajaran, sehingga tampak manfaatnya bagi siswa sebagai pemetik manfaat langsung hasil PTK, di samping bagi guru khususnya guru pelaksana PTK, bagi rekan-rekan guru lainnya, bagi para dosen LPTK sebagai pendidik guru, maupun komponen pendidikan di sekolah lainnya.

Kemukakan inovasi yang akan dihasilkan dad penelitian ini Berbeda dari konteks penelitian formal. kemanfaatan bagi pengembangan ilmu. teknologi. dan seni tidak merupakan prioritas dalam kontcks PTK. meskipun kemungkinan kchadirannya tidak ditolak.

9) Metode Penelitian atau Rencana Penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilakukan diuraikan seeara jelas. demikian juga subjek, setting, dan lokasi penelitian. Prosedur hendaknya dirinci dari pe-rencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus. Siklus-siklus kegiatan penelitian hendaknya menguraikan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam satu siklus sebelum pindah ke siklus lainnya. Jumlah-jumlah siklus diusahakan lebih dari satu siklus, meskipun harus di-ingat juga jadwal kegiatan belajar di sekolah (cawu/semester).

a) Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian

Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan. di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dan kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita, latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan, tingkat kemampuan dan lain sebagainya. Aspek substantif permasalahan seperti matematika kelas II SMP atau bahasa Inggris kelas III SMU, dikemukakan pada bagian ini.

b) Variabel yang diteliti

Dalam penelitian ini ditentukan variabel Penelitian yang dijadikan titik-titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (I) variabel masukan (input) yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses penyelengganaan KBM seperti interaksi belajar mengajar, keterampilan bertanya guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa. impkmentasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) variabel keluaran (output) seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi. siswa, hasil belajar siswa. sikap siswa terhadap pengalaman belajar yang telah digclar mclalui tindakan perbaikan, dan sebagainya.

c) Rencana tindakan

Pada bagian ini dikemukakan rencana tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajanan seperti:

(1). Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan entry behaviour, pelancaran tes diagnostik untuk menspesifikasi masalah, pembuatan skenario pembelaj aran, pengadaan alat-alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain-lain yang terkait dengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Di samping itu, juga diuraikan altematif-altematif solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah. Format kemitraan misalnya, antara guru dengan dosen LPTK, atau antara guru dengan guru lain, antara guru dengan kepala sekolah, antara guru dengan pengawas sekolahjuga dikemukakan pada bagian ini.

(2). lmplementasi tindakan, yaitu deskripsf tindakan yang akan digelar, skenario kerja tindakan perbaikan, dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.

(3). Observasi dan interpretasi, yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dan implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.

(4). Analisis dan refleksi, yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan, serta kriteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.

d) Data dan cara pengumpulan data

Pada bagian ini ditunjukkan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan baik dengan proses maupun dampak tindakan perbaikan yang digelar yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keherhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan ‘pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya.

Di samping itu, teknik pengumpulan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan jurnal harian, observasi aktivitas di ketas, (termasuk berbagai kemungkinan format dan/atau alat bantu rekam yang akan digunakan), pengggambaran interaksi di dalam kelas (analisis sosiometnik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen, dan sebagainya. Selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK ini tidak boleh dilupakan bahwa sebagai pelaku PTK. para guru juga harus aktif sebagai pengumpul data, bukan semata-mata sebagai sumber data.

Akhirnya, semua teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapatkan penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Meskipun mungkin saja memang menjanjikan mutu rekaman yang jauh lebih baik. penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang ulang dalam rangka analisis dan interpretasi data.

e)Indikator kinerja

Pada bagian ini tolok ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya. Untuk tindakan perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa, misalnya, perlu ditetapkan kriteria keberhasilan dalam bentuk pengurangan Genis dan/atau tingkat kegawatan) miskonsepsi yang tertampilkan.

10) Jadwal Penelitian

Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir. Dalam petunjuk pelaksanaan PTK dari Dikti, jadwal kegiatan penelitian yang meliputi kegiatan persiapan. pelaksanaan, dan penyusunan laporan hasil penelitian disusun selama 10 bulan.

I I) Rencana Anggaran

Dalam buku panduan dari Dikti (2004) disebutkan bahwaa biaya penelitian untuk seliap usulan maksimum Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah), dengan petunjuk rincian sebagai berikut.

a)Honorarium Ketua Peneliti dan anggota (tidak melebihi dari 30% total biaya usulan);

b) Biaya operasional kegiatan penelitian di sekolah (minimal 30% dari tolal biaya);

c)Biaya perjalanan disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan, termasuk biaya perjalanan anggota peneliti ke tempat di mana monitoring dilakukan;

d) Lain-lain pengeluaran (Iaporan, fotokopi, dan lainnya).

Berikut ini adalah beberapa hal yang berhubungan dengan perencanaan anggaran.

a) Komponen Pembiayaan

Rencana anggaran meliputi kebutuhan dukungan untuk tahap persiapan, pelaksanaan penelitian, dan pelaporan.

Seeara lebih rinci, pembiayaan yang termasuk dalam setiap bidang adalah sebagai berikut.

(I) Persiapan

Kegiatan persiapan di antaranya meliputi pertemuan anggota tim peneliti untuk menetapkan jadwal penelitian dan pembagian kerja, menyusun instrumen penelitian, menetapkan format pengumpulan data, menetapkan teknik anal isis data, dan sebagainya.

(2) Kegiatan operasional di lapangan

Dalam kegiatan operasional dapat tercakup di antaranya pelancaran tes diagnostic dan analisis hasilnya, gladi bersih implementasi tindakan perikan, pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi pe-laksanaan tindakan perbaikan, pertemuan refleksi, perencanaan tindakan ulang, dan sebagainya.

(3) Penyusunan laporan hasil PTK

Pembiayaan dalam bagian ini adalah penyusunan konsep awal laponan, reviu konsep laporan, penyusunan konsep laporan akhir, seminar lokal hasil penelitian, seminar nasi anal hasil penelitian, dan sehagainya. Juga tennasuk dalam pembiayaan adalah penggandaan dan pengiriman laparan hasil PTK , serta pembuatan artikel hasil PTK (dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris).

b) Cara Merinci Kegiatan dan Pembiayaan

Biaya penelitian harus dirinci berdasarkan kegiatan operasional yang dijabarkan dan metodologi yang dikemukakan. Agar dapat dihitung biayanya, kegiatan operasional itu harus jelas namanya, tempatnya, lamanya, jumlah pesertanya, sarana yang diperlukan dan kelilaran yang diharapkan.

c) Patokan Pembiayaan satuan Kegiatan Penelitian

(I) Honorarium

  • Ketua peneliti
  • Anggota tim peneliti
  • Tenaga administrasi

Besamya honoranium bergantung pada sumber pendanaan.

(2) Bahan dan peralatan penelitian

  • Bahan habis pakai
  • Alat habis
  • Sewa alat

(3) Perjalanan

  • Biaya penjalanan sesuai dengan ketentuan
  • Transportasi lokal sesuai dengan harga setempat
  • Lumpsum termasuk konsumsi sesuai dengan ketentuan
  • Monitoning
  • Konsultasi

(4) Laporan penelitian

  • Penggandaan
  • Penyusunan artikel
  • Pengiriman

(5) Seminar

Seminar Iokal

  • Konsumsi sesuai dengan harga setempat
  • Biaya perjalanan sesuai dengan harga setempat

Seminar nasional

  • Biaya transportasi peserta
  • Biaya akomodasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar