Rabu, 09 Februari 2011

Yang Jatuh Dari Atas yang Dilempar dari Bawah

Suatu siang dua orang anak sedang melempari buah mangga milik tetangganya. Berulang kali mereka mencoba melempar hingga mengenai buah yang dimaksud. Akan tetapi, karena kurang kemampuannya, lemparan itu tidak pernah mengenai buah yang mereka inginkan. Begitu fokusnya mereka melempar hingga mereka mengabaikan batu yang digunakan untuk melempar. Batu-batu itu kembali jatuh. Mereka baru sadar setelah lemparan yang ke sekian kalinya, batu lemparan kembali jatuh mengenai kepala salah satu anak. Darah mengucur dari luka bekas jatuhan batu.

Sebenarnya, kita juga sama seperti mereka. Belum pernah bisa menyadari bahwa sesungguhnya apapun yang didatangkan dari atas berasal dari yang kita kirimkan dari bawah.

Sadarkah kita bahwa sumpah serapah yang kita ucapkan di pasar, di jalanan, di pantai, di lapangan, di kantor akan naik ke langit? Di langit mereka berkumpul tepat di atas lingkungan para tukang sumpah serapah. Membentuk awan hitam tak tampak yang sewaktu-waktu bisa turun tanpa kita harapkan.

Sadarkah kita bahwa kebohongan, manipulasi, kecurangan, kelicikan yang kita lakukan akan naik ke langit juga? Mereka membentuk awan tak tampak juga. Mereka akan turun setiap saat sesuka mereka. Celakanya, pada saat turun, awan tidak memandang siapa yang paling banyak mengirim materi pembentuk awan hitam tak tampak tadi. Siapa pun yang ada di bawah, tukang sumpah, tukang serapah, tukang bohong, bahkan tukang ibadah disapu habis.

Apa jadinya kalau awan hitam tak tampak itu kemudian turun? Jawabnya : Bencana.

Sebaliknya, apabila kata-kata santun, sikap rendah hati, saling sayang dan cinta, peribadatan yang tulus hanya karena-Nya kita lakukan, maka ia pun akan naik ke langit. Membentuk awan putih bersih indah tak tampak yang menghias langit.

Apa jadinya kalau awan putih bersih indah tak tampak itu turun? Jawabnya : Barokah.

Alangkah indahnya bila banyak barokah yang turun. Akan tetapi, banyak mengharap dengan tidak banyak berbuat apa artinya. Jika banyak barokah yang kita harap, sudah selayaknya mulai sekarang kita coba mengirim sebanyak mungkin material pembentuk awan putih indah yang tak tampak. Sebaliknya, kita minimalisir pengiriman material pembentuk awan hitam tak tampak.

Jadi, kalau bencana terlalu sering turun bisa jadi langit kita sudah terlalu keberatan saking tebal dan banyaknya awan hitam tak tampak di sana. Sementara, kita belum sadar juga materi apa yang membentuk awan hitam tak tampak itu.

Simpulannya, mau banyak turun bencana atau banyak turun barokah bergantung dari penduduk bumi yang mengirim materi pembentuk awan tak tampak di langit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar