Selasa, 09 Desember 2014

Ketua Komisi X Kritik Kebijakan Penghentian Kurikulum 2013

Jakarta - Mendikbud Anies Baswedan menghentikan penerapan Kurikulum 2013. Kebijakan ini menuai kritik dari DPR. Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya menyebut kebijakan penghentian itu terlalu terburu-buru.

Menurut politikus Partai Demokrat ini, Kurikulum 2013 tepat untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia, meski diakuinya masih banyak kendala teknis dalam penerapannya.

"Kendala teknis dalam implementasi K13 hendaknya diselesaikan secara teknis juga, dan bukan pembatalan atau penghentian kebijakan, " kata Riefky dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (9/12/2014).

Berikut pernyataan lengkap Ketua Komisi X soal penghentian Kurikulum 2013:

  1. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Sisdiknas pasal 1 angka 19, yang dimaksud kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
  2. Pada tahun 2013 Kemdikbud RI telah memberlakukan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 (selanjutnya disebut K13) secara bertahap dan terbatas pada 6.221 sekolah dan pada tahun 2014 ini telah diberlakukan K13 pada seluruh sekolah di Indonesia. K13 ini merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan pada tahun 2006 lalu.
  3. K13 dirumuskan untuk menjawab kebutuhan pendidikan di Indonesia dan menjawab tantangan global untuk memenuhi kompetensi abad 21, dengan menjadikan pengetahuan sebagai modal utama dalam persaingan global, menjadikan SDM sebagai modal pembangunan, serta menjadikan peran pendidikan dalam kreativitas dan membentuk karakter serta keterampilan berpikir. Ditegaskan kembali bahwa K13 merupakan perubahan dan penyempurnaan dari KTSP. Perubahan dan penyempurnaan dilakukan antara lain karena dalam KTSP ; a) konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. b) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. c) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. d) beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills,kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum KTSP. e) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
  4. Berkaitan dengan penerapan K13, Komisi X DPR RI pada akhir bulan November 2014 dan awal Desember 2014 telah melakukan kunjungan 5 Provinsi yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Bali, untuk meninjau secara langsung implementasi K13 dengan melakukan dialog dan bertemu secara langsung dengan Pimpinan Kepala Daerah, Dinas Pendidikan, LPMP, LPTK, PGRI, Kepala Sekolah, Guru, Pengawas Sekolah, dan Komite Sekolah dan Siswa. Pada hakekatnya sekolah-sekolah di daerah sangat antusias melaksanakan K13 meskipun harus diakui terdapat kendala dalam pelaksanaannya, seperti belum terdistribusinya buku dan pelatihan guru secara merata, serta para guru yang belum terbiasa dengan sistem penilaian yang baru, serta sarana-prasarana yang belum memadi diseluruh pelosok daerah.
  5. Dalam beberapa kunjungan tersebut, diakui oleh para pemangku kepentingan pendidikan bahwa K13 secara konsep atau substansi sangat baik namun belum diiringi kesiapan secara teknis . Bahkan lebih lanjut dapat dikatakan bahwa K13 sangat baik untuk meningkatkan daya saing SDM dan dapat mengejar ketertinggalan dengan negara lain, khususnya dalam menyambut era ASEAN Community 2015 ini.
  6. Terhadap kebijakan Mendikbud RI yang terburu-buru menghentikan implementasi K13 secara nasional kecuali pada 6.221 sekolah yang telah melaksanakan K13 tiga semester, saya sebagai Ketua Komisi X DPR RI kecewa dan sangat menyayangkan. Kami menyadari bahwa kebijakan kurikulum merupakan kewenangan Pemerintah. Akan tetapi kebijakan mengenai kurikulum merupakan kebijakan yang sangat strategis karena berdampak kepada seluruh masyarakat, namun sangat disayangkan karena kebijakan menghentikan implementasi K13 tidak dilakukan kajian komprehensif dan tidak pernah dikomunikasikan dengan DPR RI sebagai wakil rakyat di Parlemen.
  7. Sebagai Ketua Komisi X DPR RI saya tetap mendukung agar K13 tetap dilanjutkan dan dilaksanakan di seluruh sekolah di Indonesia. Saya mengkritik kebijakan penghentian K13 ini karena terlalu dini kebijakan ini dikeluarkan. Menurut saya, kendala teknis dalam implementasi K13 hendaknya diselesaikan secara teknis juga, dan bukan pembatalan atau penghentian kebijakan. Masalah teknis seperti keterlambatan pengadaan buku, pelatihan guru yang belum merata, serta sarana dan parasarana K13 yang kurang memadai hendaknya menjadi fokus Kemdikbud RI dalam memperbaiki implementasi K13, bukan pembatalan kebijakan.
  8. Kebijakan Mendikbud RI kembali ke kurikulum 2006 (KTSP-Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dipastikan juga akan menimbulkan banyak masalah, seperti kewajiban membeli buku padahal di K13 buku sudah digratiskan, sehingga mafia buku akan merepotkan masayarakat lagi.
  9. Kebijakan penghentian implementasi K13 dirumuskan dalam bentuk surat dengan nomor : 179342/MPK/KR/2014 yang dikirim kepada Kepala Sekolah seluruh Indonesia. Surat ini telah dikirim kepada seluruh Kepala Sekolah di Indonesia, namun sampai detik ini Permen (Peraturan Menteri) mengenai hal tersebut belum dikeluarkan. Penyampaian kebijakan melalui surat ini juga perlu menjadi catatan tersendiri, karena seharusnya landasan hukum kebijakan tersebut terlebih dahulu dikeluarkan yang selanjutnya baru disampaikan kepada publik. 
Sumber :
http://news.detik.com/read/2014/12/09/055128/2771460/10/2/ketua-komisi-x-kritik-kebijakan-penghentian-kurikulum-2013

Senin, 08 Desember 2014

Pengamat: keberadaan Ditjen Guru akan mampu tingkatkan kualitas pendidikan

Lebak (ANTARA News) - Pengamat pendidikan Muhammad Basit mengatakan pembentukan Direktorat Jenderal Guru yang diusulkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air.

"Kami yakin pendidikan akan menjadi lebih baik jika profesi guru ditangani satu pintu yakni Direktorat Jenderal (Ditjen)," kata seorang Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Wasilatul Falah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Minggu.

Menurut dia, pembentukan Ditjen guru perlu direalisasikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

Saat ini, lanjutnya, keilmuan pedagogik yang dimiliki guru belum optimal sehingga berdampak terhadap  mutu pendidikan.

Selama ini, ujar dia, penanganan profesi guru juga ditangani oleh kementerian lain, seperti Kementerian Agama.

Karena itu, pihaknya optimistis jika Ditjen guru terbentuk maka semua guru dari kementerian lain akan digabungkan.

Pembentukan Ditjen tersebut itu nantinya dapat mengurus masalah peningkatan mutu dan kualitas guru, pelatihan guru, pembinaan guru, peningkatan kesejahteraan guru, juga perlindungan hukum kepada guru. 

Selain itu juga akan terealisasi pemerataan guru di kota maupun daerah sehingga tidak terjadi lagi kekurangan tenaga pengajar.

"Kami yakin jika guru ditangani khusus dipastikan akan melahirkan mutu pendidikan yang baik lebih baik. Sebab kualitas pendidikan itu kuncinya tergantung guru," katanya.

Menurut dia, saat ini pendidikan milik pemerintah relatif kecil berhasil menoreh prestasi di berbagai perlombaan bidang akademik baik tingkat nasional maupun mancanegara dibandingkan sekolah-sekolah swasta.

Minimnya prestasi itu diantaranya tenaga guru tidak maksimal untuk mendapat pelatihan-pelatihan maupun wokshop tentang ilmu pedagogik.

Apalagi, pada otonomi daerah ini juga banyak guru terjerat korban politik.

Saat ini, lanjutnya, guru tidak merasa nyaman dan tenang saat menyampaikan proses kegiatan belajar mengajar karena dikhawatirkan dimutasi.

"Jika guru itu ditangani satu pintu melalui Ditjen kemungkinan guru dikembalikan ke pemerintah pusat dan tidak otonomi daerah," ujarnya. 
Editor: Aditia Maruli
Sumber :
http://www.antaranews.com/info-pendidikan/berita/468042/pengamat-keberadaan-ditjen-guru-akan-mampu-tingkatkan-kualitas-pendidikan

M NUH NILAI KEMBALI KE KTSP MERUPAKAN LANGKAH MUNDUR

Langkah Anies Baswedan selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dalam menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 begitu banyak menyita perhatian publik.
Pro dan kontra terhadap keputusan tersebut terus menghiasi dunia pendidikan di tanah air saat ini. Setelah guru dan wali murid memberikan komentar yang beragam atas keputusan tersebut, sekarang giliran mantan Mendikbud M Nuh memberikan penilaianya bahwa penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013 sangat mengecewakan dan kembali ke KTSP dianggap sebagai langkah mundur yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebagaimana berita yang admin kutip dari antaranews.com hari ini, Mantan Mendikbud Mohammad Nuh menilai kebijakan kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP) merupakan langkah mundur, karena Kurikulum 2013 tidak bermasalah.
“Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang, sebab KTSP secara substansi itu ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi,” katanya kepada ANTARA di Surabaya, Minggu.
Ditemui sepulang dari sebuah acara di Tiongkok, Guru Besar ITS Surabaya itu menjelaskan bukti Kurikulum 2013 tidak ada masalah secara substansi, dengan tetap diberlakukan dan diterapkan bagi 6.221 sekolah. Kalau ada masalah, tentu tidak akan dipakai sama sekali.
“Untuk itu, mestinya, alternatifnya ya penerapannya tidak langsung dibajak dengan dibatasi pada 6.221 sekolah itu, melainkan sekolah mana saja yang siap ya dipersilakan menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian pemerintah,” katanya.
Selanjutnya, untuk sekolah-sekolah yang tidak siap akan “disiapkan” oleh pemerintah melalui pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar siap, karena penyiapan guru dan buku itu merupakan tugas pemerintah.
“Kalau kembali pada Kurikulum 2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru lagi (dengan KTSP) dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP,” katanya.
Menurut dia, pihaknya sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada tahun 2012, ternyata nilai rata-rata adalah 45, padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku.
"Kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi guru dengan nilai di atas 80 juga ada,” katanya.
Oleh karena itu, ukuran penguasaan guru terhadap substansi dan metodologi Kurikulum 2013 juga masih lebih baik daripada penguasaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP). Saat itu, UKG dilakukan pada 1,3 juta guru.
“Kita juga sudah merancang solusi untuk penyiapan guru yang nilai UKG-nya tidak bagus atau 40 yakni pendampingan dan klinik konsultasi bagi guru yang mengalami kesulitan itu, bahkan kita juga sudah merekomendasikan reformasi LPTK sebagai pabrik guru,” katanya.
Selain itu, jika kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP) akan mengharuskan orang tua untuk membeli buku baru, padahal buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah digratiskan.
“Nanti, mafia buku akan merepotkan masyarakat lagi,” katanya.
Ia mengakui buku Kurikulum 2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi tugas pemerintah.
“Itu tugas pemerintah, bukan justru dengan cara membajak Kurikulum 2013, saya kira itu tidak etis secara akademis. Tapi, kalau game politik ya nggak tahu-lah,” katanya.
Ditanya tentang keberatan guru terhadap sistem penilaian Kurkulum 2013 yang naratif atau deskriptif, ia mengatakan hal itu hanya soal pembiasaan saja karena hal baru memang membutuhkan pembiasaan.
“Yang penting, penilaian numerik disertai narasi itu lebih objektif, karena banyak negara maju atau banyak sekolah berkualitas yang memakai cara itu, sehingga dua anak yang sama-sama memiliki nilai 7 akan diketahui perbedaan dari kekurangan keduanya. Nilainya bisa sama, tapi kekurangannya beda,” katanya.
Ia menambahkan Kurikulum 2006 (KTSP) juga bukan tanpa masalah, di antaranya pelajaran sejarah untuk SMK tidak ada, jam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak dua kali lipat daripada Bahasa Indonesia, tidak adanya mata pelajaran yang mendorong analisa data (survei TIMMS/PISA). (sumber : antaranews.com)

Kurikulum 2013 dihentikan, apa tanggapan guru?

Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Kementerian Pendidikan yang menghentikan Kurikulum 2013 menuai berbagai tanggapan dari guru.

"Kemungkinan banyak yang setuju, karena setiap ketemu teman guru banyak yang masih bingung dengan Kurikulum 2013," kata Ignatius Turut, guru SD Tarakanita 4 Pluit dalam acara Hari Untuk Guru (HUG) di TMII, Jakarta, Sabtu.

Kurikulum 2013 tidak hanya memberatkan siswa, tetapi juga memberatkan guru.

"Siswa keberatan dengan materi yang baru, guru juga. Bukan hanya materi tetapi juga masalah penilaiannya, guru jadi banyak pekerjaan," kata Ignatius.

"Sebenarnya kurikulum 2013 itu bagus, siswa punya wawasan luas, tidak hanya satu sumber dari guru, tapi kebanyakan anak-anak belum siap," lanjutnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Sugiarto, guru SDN Cideng 02 Pagi, Gambir y,ang menilai siswa belum siap.

"Contohnya anak-anak kelas 1 yang belum lancar membaca, tetap harus didampingi guru. Kalau tidak didampingi guru malah lari-lari, jadi liar," katanya.

"Dengan adanya perubahan, kita guru sebagai pelaksana hanya bisa melaksanakan tupoksi saja," tambahnya.

Menurut Ahmad Solikhin Kepala Sekolah Menteng 01, guru saat ini lebih diorentasikan dengan tugas administratif, sehingga guru hanya bertindak sebagai pengawas.

"Proses penilaian sangat banyak, yang dulu rapor hanya 2 lembar sekarang ada 8 lembar yang diisi dengan penilaian deskriptif. Guru sudah sangat disibukkan dengan penilaian, sehingga nilai dari seorang guru sendiri sudah bergeser, bukan lagi educator, tetapi administrator," kata dia.

Banyaknya penilaian tersebut, menurut Ahmad, justru menyalahi Permendikbud Nomor 66. 

Dengan dibatalkannya Kurikulum 2013, ia menilai harus dievaluasi lagi, tidak generalisasi begitu saja. (Mendikbud: kurikulum tidak akan gonta-ganti)

"Opsinya adalah sekolah yang sudah jalan 3 semester lanjut, yang baru 1 semester kembali (ke Kurikulum 2006). Tapi kita harus lihat di lapangan, yang sudah 3 semester itu bagaimana, sudah bagus atau tidak? Bisa lanjut atau kembali (ke Kurikulum 2006)," ujar dia.

"Kalaupun konsekuen dengan Kurikulum 2013, syaratnya harus diperbaiki, buku-buku harus dilengkapi," pungkasnya. (Simak: Mendikbud hentikan Kurikulum 2013)

Sumber :
http://www.antaranews.com/info-pendidikan/berita/467884/kurikulum-2013-dihentikan-apa-tanggapan-guru

Sabtu, 06 Desember 2014

Surat Edaran Model Rapor


GEBRAKAN PEDULI GURU Anies: Gerakan memuliakan guru tidak perlu Permen

YOGYAKARTA. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan membuat gerakan memuliakan guru. Gerakan itu, menurut Anies, tidak perlu dilakukan karena ada peraturan menteri (Permen). Namun demikian, Anies meminta guru-guru untuk terus meningkatan kualitasnya.
"Jangan memakai peraturan menteri, saya lebih mengajak memuliakan guru adalah panggilan hati, ucapan terima kasih. Kita semua bisa seperti ini karena guru," ujar Anies Badwedan, Sabtu (29/11) siang.
Anies mengungkapkan perlunya sinergi untuk meningkatkan kesejahteraan guru, yang tidak hanya dilakukan pemerintah. Tanggung jawab pemerintah memang meningkatkan kesejahteraan para guru. Sedangkan partisipasi masyarakat adalah mengurangi pengeluaran guru.
"Segala bidang, apa yang bisa dilakukan, ya lakukan. Kalaupun tidak bisa memberikan diskon karena mepet, setidaknya didahulukan. Kalau pejabat yang didahulukan pasti protes, tapi jika guru masyarakat akan menerima," ucapnya.
Setelah kesejahteraan ditingkatkan dan profesi guru dimuliakan masyarakat, selanjutnya perlu ada peningkatan kualitas. "Jangan berharap murid akan belajar jika guru tidak pernah belajar. Jangan harap anak-anak akan baik jika gurunya tidak baik," ucap mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut. 
Selain itu, guru juga harus mampu membuat sekolah itu menjadi nyaman, sehingga murid-murid akan kangen untuk terus belajar, dan tak kapok ke sekolah. Namun yang harus diingat lagi, kata Anies, jadi guru itu adalah melukis wajah Indonesia. Jadi bukan sekedar mendidik atau mengajar.
"Saya katakan ke bapak-ibu guru, apa yang dilihat saat mengajar itu bukan anak-anak tapi wajah masa depan Indonesia. Jadilah guru yang menginspirasi bagi murid-murid, jangan jadi guru yang dilupakan," ujar Anies.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anies Baswedan sempat berkunjung ke bengkel AHHAS Rahayu Motor di Jalan Prof Yohanes, Yogyakarta, Sabtu (29/11) siang. Kedatangan Anies untuk mengucapkan terima kasih karena bengkel AHHAS telah memberikan program diskon 50% untuk para guru di Yogyakarta. (Wijaya Kusuma)
Sumber : http://nasional.kontan.co.id/news/anies-gerakan-memuliakan-guru-tidak-perlu-permen/2014/11/29

Pendidikan Sebagai Sebuah Gerakan

11/21/2014 - 17:02
Jari Bung Karno menunjuk sebuah papan tulis hitam bertuliskan huruf vokal a, i, u, e, o. Ia mengenakan peci hitam dan kemeja putih berlengan panjang, matanya menatap ribuan orang di depannya. Beberapa puluh meter dari tempatnya berdiri, terdapat sebuah spanduk bertuliskan, “Bantulah usaha pemberantasan buta-huruf”.
Kata pertama spanduk itu adalah “Bantulah”, sebuah pesan bahwa Pemerintah tak sendiri, Pemerintah membuka tangannya untuk bekerjasama. Mengajak berkolaborasi. Hasilnya dahsyat!
Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang dimulai pada Maret 1948 diselenggarakan di 18.663 tempat melibatkan lebih dari 17 ribu guru dan sekitar 700 ribu murid. Sampai tahun 1960 Bung Karno menegaskan, Indonesia harus terbebas dari buta huruf. Indonesia kemudian berubah dari yang tak terdidik menjadi terdidik.
Dalam proses itu semua ikut terlibat. Mahasiswa diundang untuk mengajar, rakyat menyediakan tempat, semua bergotong royong untuk memecahkan masalah pendidikan. Semua merasa memiliki masalah, tak tinggal diam, ikut terlibat menjadi bagian dari solusi.
Semangatnya adalah gerakan. Pendidikan kita lahir dari semangat gerakan. Bahkan Republik ini hadir atas iuran tenaga, uang, bahkan tak sedikit darah dari para pendirinya, semangat gerakan yang nyata-nyata hadir.
Pendekatan berbasis pada gerakan ini harus kembali kita usung. Pendidikan bukan semata program. Ia bukan program sektoral semata. Tak hanya urusan sektoral kementerian.
Secara konstitusional pendidikan memang tanggung jawab Pemerintah, tapi secara moral pendidikan adalah tanggung jawab setiap orang.
Semangat gerakan itu tak lekang dimakan waktu. Contoh nyatanya ada, mari kita tengok ensiklopedia dengan wikipedia. Dulu, peran Pemerintah seperti ensiklopedia. Definisikan masalah, panggil ahli, tunjuk orang terbaik, lalu dikerjakan. Kini, kita bisa lihat wikipedia. Yang dilakukan adalah buat wadahnya. Lalu siapa yang mengisinya? Siapa saja, dari mana saja, dan kapan saja bisa mengisinya.
Tentu bukan berarti negara tidak ikut campur, negara harus turut campur. Tapi negara jangan menyingkirkan pihak-pihak yang mau terlibat. Negara harus mengajak dan memfasilitasi.
Pendidikan harus didorong dengan pendekatan gerakan. Permasalahan guru misalnya, semua bisa ikut terlibat. Guru adalah perekayasa masa depan negeri ini, di kelasnya ada wajah-wajah masa depan Republik kita.
Melalui semangat gerakan kita bisa ajak para profesional untuk menghargai guru. Tanyakan pada para profesional tersebut, “Bisakah Anda duduk di posisi Anda saat ini tanpa bantuan guru?” Setiap karya kita pasti ada jejak nyata guru di dalamnya. Maka datangi guru kita, lihat sekolah kita dulu, bertamu ke rumah guru kita, cium tangannya dan ucapkan terimakasih. Lalu kita tanya apa yang bisa kita bantu untuk membayar balik jasa mereka? Beragam inisiatif akan muncul dari sana.
Ikhtiar mendorong pendidikan sebagai sebuah gerakan tentu bukan pekerjaan singkat. Ini adalah tugas kita bersama.
Bayangkan kembali Bung Karno yang mengajar di Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH). Lalu kita eja spanduk di belakangnya, “Bantulah”. Langkah untuk membawa pendidikan sebagai gerakan senyatanya telah dimulai puluhan tahun lalu. Adalah tugas kita melanjutkan ikhtiar tersebut, ikhtiar untuk mengajak setiap orang terlibat dalam urusan pendidikan. (*)
Sumber : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/pesanmenteri/3502

Surat Mendikbud tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013

Nomor : 179342/MPK/KR/2014 5 Desember 2014
Hal : Pelaksanaan Kurikulum 2013
Yth. Ibu / Bapak Kepala Sekolah
di
Seluruh Indonesia
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Semoga Ibu dan Bapak Kepala Sekolah dalam keadaan sehat walafiat, penuh semangat dan bahagia saat surat ini sampai. Puji dan syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya pada Ibu dan Bapak serta semua Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang telah menjadi pendorong kemajuan bangsa Indonesia lewat dunia pendidikan.
Melalui surat ini, saya ingin mengabarkan terlebih dahulu kepada Kepala Sekolah tentang Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, sebelum keputusan ini diumumkan kepada masyarakat melalui media massa.
Sebelum tiba pada keputusan ini, saya telah memberi tugas kepada Tim Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 untuk membuat kajian mengenai penerapan Kurikulum 2013 yang sudah berjalan dan menyusun rekomendasi tentang penerapan kurikulum tersebut ke depannya.
Harus diakui bahwa kita menghadapi masalah yang tidak sederhana karena Kurikulum 2013 ini diproses secara amat cepat dan bahkan sudah ditetapkan untuk dilaksanakan di seluruh tanah air sebelum kurikulum tersebut pernah dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh.
Seperti kita ketahui, Kurikulum 2013 diterapkan di 6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan di semua sekolah di seluruh tanah air pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Sementara itu, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013 baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, yaitu tiga bulan sesudah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa Evaluasi Kurikulum bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai:
1. Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum;
2. Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;
3. Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan
4. Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.
Alangkah bijaksana bila evaluasi sebagaimana dicantumkan dalam pasal 2 ayat 2 dilakukan secara lengkap dan menyeluruh sebelum kurikulum baru ini diterapkan di seluruh sekolah. Konsekuensi dari penerapan menyeluruh sebelum evaluasi lengkap adalah bermunculannya masalah-masalah yang sesungguhnya bisa dihindari jika proses perubahan dilakukan secara lebih seksama dan tak terburu-buru.
Berbagai masalah konseptual yang dihadapi antara lain mulai dari soal ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum hingga soal ketidakselarasan gagasan dengan isi buku teks. Sedangkan masalah teknis penerapan seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru, belum meratanya dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan buku pun belum tertangani dengan baik. Anak-anak, guru dan orang tua pula yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas ketergesa-gesaan penerapan sebuah kurikulum. Segala permasalahan itu memang ikut melandasi pengambilan keputusan terkait penerapan Kurikulum 2013
kedepan, namun yang menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini adalah kepentingan anak-anak kita.
Maka dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, serta diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, saya memutuskan untuk:
1. Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006. Bagi Ibu/Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, mohon persiapkan sekolah untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Harap diingat, bahwa berbagai konsep yang ditegaskan kembali di Kurikulum 2013 sebenarnya telah diakomodasi dalam Kurikulum 2006, semisal penilaian otentik, pembelajaran tematik terpadu, dll. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi guru-guru di sekolah untuk tidak mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Kreatifitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari praktik-pratik lawas adalah kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia.
2. Tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester ini menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Bagi Ibu dan Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, harap bersiap untuk menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013. Kami akan bekerja sama dengan Ibu/Bapak untuk mematangkan Kurikulum 2013 sehingga siap diterapkan secara nasional dan disebarkan dari sekolah yang Ibu dan Bapak pimpin sekarang. Catatan tambahan untuk poin kedua ini adalah sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.
3. Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pengembangan Kurikulum tidak ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh guru-guru kita di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa-siswa kita.
Kita semua menyadari bahwa kurikulum pendidikan nasional memang harus terus menerus dikaji sesuai dengan waktu dan konteks pendidikan di Indonesia untuk mendapat hasil terbaik bagi peserta didik. Perbaikan kurikulum ini mengacu pada satu tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan mutu ekosistem pendidikan Indonesia agar anak-anak kita sebagai manusia utama penentu masa depan negara dapat menjadi insan bangsa yang: (1) beriman dan bertakwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab; (2) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) cakap dan kreatif dalam bekerja. Adalah tugas kita semua untuk bergandengan tangan memastikan tujuan ini dapat tercapai, demi anak-anak kita.
Pada akhirnya kunci untuk pengembangan kualitas pendidikan adalah pada guru. Kita tidak boleh memandang bahwa pergantian kurikulum secara otomatis akan meningkatkan kualitas pendidikan. Bagaimanapun juga di tangan gurulah proses peningkatan itu bisa terjadi dan di tangan Kepala Sekolah yang baik dapat terjadi peningkatan kualitas ekosistem pendidikan di sekolah yang baik pula. Peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan akan makin digalakkan sembari kurikulum ini diperbaiki dan dikembangkan.
Pada kesempatan ini pula, saya juga mengucapkan apreasiasi yang setinggi-tingginya atas dedikasi yang telah Ibu dan Bapak Kepala Sekolah berikan demi majunya pendidikan di negeri kita ini. Dibawah bimbingan Ibu dan Bapak-lah masa depan pendidikan, pembelajaran, dan pembudayaan anak-anak kita akan terus tumbuh dan berkembang. Semoga berkenan menyampaikan salam hangat dan hormat dari saya kepada semua guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpin oleh Ibu dan Bapak. Bangsa ini menitipkan tugas penting dan mulia pada ibu dan bapak sekalian untuk membuat masa depan lebih baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kita semua dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan nasional.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 5 Desember 2014
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Anies Baswedan
Sumber :
https://www.facebook.com/Kemdikbud.RI?fref=nf

Jumat, 05 Desember 2014

Tim Evaluasi Kurikulum 2013 Temui Mendikbud

JAKARTA, KOMPAS.com - Sesuai waktu yang telah ditetapkan, tim evaluasi Kurikulum 2013 memberikan hasil evaluasinya kepada Mendikbud Anies Baswedan, Rabu, (03/12/2014). Dalam rapat dengan Mendikbud, ketua tim evaluasi yang juga mantan Dirjen Pendidikan Dasar, Suyanto, mengatakan ada tiga opsi dapat dilakukan terhadap implementasi Kurikulum 2013.

Opsi pertama adalah menghentikan implementasi Kurikulum 2013 sambil menyempurnakan seluruh komponen dan perangkat Kurikulum 2013. Opsi kedua, meneruskan implementasi Kurikulum 2013 untuk sekolah yang sudah siap melaksanakan sambil melakukan perbaikan.

Sementara itu, opsi ketiganya meneruskan implementasi Kurikulum 2013 di seluruh sekolah sambil melakukan perbaikan. Dalam memberikan rekomendasi tiga opsi tersebut kepada Mendikbud, tim evaluasi juga memberikan pertimbangan kebijakan dan implikasi opsi.

Suyanto mengatakan, ada satu hal yang mencuat dalam rapat tersebut, yaitu rencana membuat prototipe sekolah yang baik dalam implementasi Kurikulum 2013.

"Itu (membuat prototipe), yang berperan utama adalah guru dan kepala sekolah. Guru dan kepala sekolah harus dilatih secara benar dan betul-betul memiliki kompetensi,” ujarnya usai melaporkan hasil evaluasi Kurikulum 2013.

Sekolah yang bisa menjadi sekolah prototipe itu, katanya, bisa merupakan sekolah yang sejak 2013 sudah menjalankan Kurikulum 2013, yaitu sebanyak 6.326 sekolah, maupun sekolah yang baru melaksanakan Kurikulum 2013.

"Tapi, kita periksa dulu kesiapannya," tutur Suyanto.

Dia mengatakan, Mendikbud meminta tim evaluasi Kurikulum 2013 untuk mengembangkan rencana prototipe itu, dan melakukan penggandaan.

"Dibuat kloning. Kalau prototipe yang 6.000 sudah hebat, akan dikloning kemana-mana. Bupati-bupati mau ditelepon Pak Menteri supaya melakukan penggandaan atau multiplikasi dari proses yang telah dilakukan di sekolah-sekolah model atau di sekolah prototipe itu," katanya.

Rencana membuat prototipe tersebut dinilainya sesuai dengan salah satu teori belajar.

"Teori mengatakan ketika orang belajar melihat sebuah model maka akan lebih cepat belajarnya," ujar Suyanto.

Pengembangan prototipe itu akan dilakukan secepat-cepatnya, dengan tujuan membuat sekolah prototipe sebanyak-banyaknya. Dia menambahkan, jika opsi kedua menjadi pilihan, maka sekolah yang merasa kesulitan dalam implementasi Kurikulum 2013 boleh kembali menggunakan kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 2006.

Namun, dari hasil evaluasi dan opsi yang diberikan tim evaluasi tersebut, keputusan berada di tangan Mendikbud. Mendikbud sendiri yang akan berbicara di depan publik tentang kebijakan yang akan dilakukan terkait implementasi Kurikulum 2013.

Sumber : 
http://edukasi.kompas.com/read/2014/12/04/19414341/Tim.Evaluasi.Kurikulum.2013.Temui.Mendikbud