Selasa, 09 Desember 2014

Ketua Komisi X Kritik Kebijakan Penghentian Kurikulum 2013

Jakarta - Mendikbud Anies Baswedan menghentikan penerapan Kurikulum 2013. Kebijakan ini menuai kritik dari DPR. Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya menyebut kebijakan penghentian itu terlalu terburu-buru.

Menurut politikus Partai Demokrat ini, Kurikulum 2013 tepat untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia, meski diakuinya masih banyak kendala teknis dalam penerapannya.

"Kendala teknis dalam implementasi K13 hendaknya diselesaikan secara teknis juga, dan bukan pembatalan atau penghentian kebijakan, " kata Riefky dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (9/12/2014).

Berikut pernyataan lengkap Ketua Komisi X soal penghentian Kurikulum 2013:

  1. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Sisdiknas pasal 1 angka 19, yang dimaksud kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
  2. Pada tahun 2013 Kemdikbud RI telah memberlakukan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 (selanjutnya disebut K13) secara bertahap dan terbatas pada 6.221 sekolah dan pada tahun 2014 ini telah diberlakukan K13 pada seluruh sekolah di Indonesia. K13 ini merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan pada tahun 2006 lalu.
  3. K13 dirumuskan untuk menjawab kebutuhan pendidikan di Indonesia dan menjawab tantangan global untuk memenuhi kompetensi abad 21, dengan menjadikan pengetahuan sebagai modal utama dalam persaingan global, menjadikan SDM sebagai modal pembangunan, serta menjadikan peran pendidikan dalam kreativitas dan membentuk karakter serta keterampilan berpikir. Ditegaskan kembali bahwa K13 merupakan perubahan dan penyempurnaan dari KTSP. Perubahan dan penyempurnaan dilakukan antara lain karena dalam KTSP ; a) konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. b) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. c) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. d) beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills,kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum KTSP. e) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
  4. Berkaitan dengan penerapan K13, Komisi X DPR RI pada akhir bulan November 2014 dan awal Desember 2014 telah melakukan kunjungan 5 Provinsi yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Bali, untuk meninjau secara langsung implementasi K13 dengan melakukan dialog dan bertemu secara langsung dengan Pimpinan Kepala Daerah, Dinas Pendidikan, LPMP, LPTK, PGRI, Kepala Sekolah, Guru, Pengawas Sekolah, dan Komite Sekolah dan Siswa. Pada hakekatnya sekolah-sekolah di daerah sangat antusias melaksanakan K13 meskipun harus diakui terdapat kendala dalam pelaksanaannya, seperti belum terdistribusinya buku dan pelatihan guru secara merata, serta para guru yang belum terbiasa dengan sistem penilaian yang baru, serta sarana-prasarana yang belum memadi diseluruh pelosok daerah.
  5. Dalam beberapa kunjungan tersebut, diakui oleh para pemangku kepentingan pendidikan bahwa K13 secara konsep atau substansi sangat baik namun belum diiringi kesiapan secara teknis . Bahkan lebih lanjut dapat dikatakan bahwa K13 sangat baik untuk meningkatkan daya saing SDM dan dapat mengejar ketertinggalan dengan negara lain, khususnya dalam menyambut era ASEAN Community 2015 ini.
  6. Terhadap kebijakan Mendikbud RI yang terburu-buru menghentikan implementasi K13 secara nasional kecuali pada 6.221 sekolah yang telah melaksanakan K13 tiga semester, saya sebagai Ketua Komisi X DPR RI kecewa dan sangat menyayangkan. Kami menyadari bahwa kebijakan kurikulum merupakan kewenangan Pemerintah. Akan tetapi kebijakan mengenai kurikulum merupakan kebijakan yang sangat strategis karena berdampak kepada seluruh masyarakat, namun sangat disayangkan karena kebijakan menghentikan implementasi K13 tidak dilakukan kajian komprehensif dan tidak pernah dikomunikasikan dengan DPR RI sebagai wakil rakyat di Parlemen.
  7. Sebagai Ketua Komisi X DPR RI saya tetap mendukung agar K13 tetap dilanjutkan dan dilaksanakan di seluruh sekolah di Indonesia. Saya mengkritik kebijakan penghentian K13 ini karena terlalu dini kebijakan ini dikeluarkan. Menurut saya, kendala teknis dalam implementasi K13 hendaknya diselesaikan secara teknis juga, dan bukan pembatalan atau penghentian kebijakan. Masalah teknis seperti keterlambatan pengadaan buku, pelatihan guru yang belum merata, serta sarana dan parasarana K13 yang kurang memadai hendaknya menjadi fokus Kemdikbud RI dalam memperbaiki implementasi K13, bukan pembatalan kebijakan.
  8. Kebijakan Mendikbud RI kembali ke kurikulum 2006 (KTSP-Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dipastikan juga akan menimbulkan banyak masalah, seperti kewajiban membeli buku padahal di K13 buku sudah digratiskan, sehingga mafia buku akan merepotkan masayarakat lagi.
  9. Kebijakan penghentian implementasi K13 dirumuskan dalam bentuk surat dengan nomor : 179342/MPK/KR/2014 yang dikirim kepada Kepala Sekolah seluruh Indonesia. Surat ini telah dikirim kepada seluruh Kepala Sekolah di Indonesia, namun sampai detik ini Permen (Peraturan Menteri) mengenai hal tersebut belum dikeluarkan. Penyampaian kebijakan melalui surat ini juga perlu menjadi catatan tersendiri, karena seharusnya landasan hukum kebijakan tersebut terlebih dahulu dikeluarkan yang selanjutnya baru disampaikan kepada publik. 
Sumber :
http://news.detik.com/read/2014/12/09/055128/2771460/10/2/ketua-komisi-x-kritik-kebijakan-penghentian-kurikulum-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar